Posts

Showing posts from August, 2015

Undang-undang Administrasi Pemerintahan: Quo Vadis Peradilan Tata Usaha Negara (Bagian 4)

Image
Perluasan Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara Selain penambahan kewenangan sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, pasca berlakunya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, terdapat pula perluasan kewenangan bagi Peradilan Tata Usaha Negara. Secara garis besar perluasan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara itu mencakup 2 hal pokok, yakni yang berkaitan dengan Keputusan Tata Usaha Negara, dan yang berkaitan dengan upaya hukum sebelum diajukannya gugatan ke Pengadilan. Merupakan sebuah fakta notoir bagi kalangan praktisi, bahwa eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara sedemikian terbatasnya. Tak hanya ruang lingkup kewenangannya, tapi juga faedah serta kepastian penyelesaian (pelaksanaan putusan) hukum, yang menjadi tujuan akhir proses peradilan, dirasakan masihlah jauh dari konsep ideal. Seperti yang pernah diungkapkan Adriaan W. Bedner, bahwa: “Pada dasarnya pemerintah tidak menyukai kehadiran Peradilan Tata Usaha Negara, terlihat bahwa hampir s

Undang-undang Administrasi Pemerintahan: Quo Vadis Peradilan Tata Usaha Negara (Bagian 3)

Image
Penambahan Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara Mengapa harus ke Pengadilan Tata Usaha Negara? Karena penyalahgunaan wewenang dalam jabatan sebagai salah satu unsur dalam Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor, pada hakikatnya merupakan terminologi dan konsep yang berada dalam rezim Hukum Administrasi. Berhubung wewenang adalah “kemampuan bertindak yang diberikan oleh Undang-undang yang berlaku untuk hubungan hukum”, maka “kewenangan” yang dimaksud oleh Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor tentunya adalah kewenangan yang ada pada jabatan atau kedudukan yang dipangku oleh Pegawai Negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan [1] . Filosofi dasarnya karena jabatan berhubungan dengan tindakan/urusan pejabat maupun badan publik dalam melakukan urusan administrasi pemerintahan di pusat maupun daerah, berdasarkan kewenangan atau diskresi yang ada padanya. Penalaran ini pun s ejalan dengan ketentuan Pasal 53 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004, bahwa pengujian sengketa di bid

Undang-undang Administrasi Pemerintahan: Quo Vadis Peradilan Tata Usaha Negara (Bagian 2)

Image
Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara Pasca Undang-undang Administrasi Pemerintahan Secara sporadis, terdapat penambahan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara setelah disahkannya Undang-undang Administrasi Pemerintahan. Dikatakan sporadis, karena secara substansial apa yang menjadi perluasan kewenangan tersebut hanya disematkan secara parsial oleh Undang-undang Administrasi Pemerintahan, dan tidak mengubah secara keseluruhan praktik maupun hukum acara dalam praktik Peradilan Tata Usaha Negara yang ada. Dari beberapa pasal yang secara signifikan memiliki dampak kebaruan bagi praktik peradilan administrasi, dapat dipilah menjadi 2 tipikal utama, yakni yang bersifat menambahkan kewenangan dan yang memperluas kewenangan. Disebutkan penambahan kewenangan (kompetensi) absolut Peradilan Administrasi, karena sebelum disahkannya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014, kewenangan tersebut belumlah ada. Kewenangan dimaksud adalah sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 21 Undang-un

Undang-undang Administrasi Pemerintahan: Quo Vadis Peradilan Tata Usaha Negara (Bagian 1)

Image
Perjalanan sejarah politik dan sejarah hukum abad ke 19 dan ke 20, menunjukkan bahwa paham sempit yang formal dan teknis yuridis justru membawa masyarakat semakin jauh dari keadilan, sehingga lahir pemeo hukum yang berbunyi: “ Summum ius summum inuria ” (penerapan hukum secara mutlak, mengakibatkan ketidakadilan yang paling buruk). Itulah saatnya paham negara hukum mulai dikaitkan dengan kewajiban negara untuk membawa keadilan dan kesejahteraan, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 [1] . Sehingga terjadi pergeseran fungsi negara ( i.c. Pemerintahan), yang tak lagi hanya tentang “aturan” dan “sanksi”, tapi juga memberikan pemerataan kesejahteraan dan kelayakan hidup, melalui fungsi pelayanan dalam aturan yang disusun. Salah satu regulasi yang menjadi indikasi keberadaan filosofi dasar kemanfaatan hukum adalah Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Diakui atau tidak, itu merupakan pengejawantahan dari fungsi pelayanan pemerintah dan merupakan