Posts

Showing posts from October, 2014

Schorsing dan Uitvoerbaar bij Vorraad Dalam Sebuah Perbandingan (Bagian III)

Syarat penerapan Putusan Serta Merta ( Uitvoerbaar bij Vorraad ) dalam Sengketa Tata Usaha Negara Dari rangkaian kajian tersebut di atas, maka secara limitatif memang harus ditentukan syarat penerapan Putusan Serta Merta ( Uitvoerbaar bij Vorraad ) dalam Sengketa Tata Usaha Negara, yakni: 1. Diawali dari sikap diamnya (pasif) Badan/Jabatan Tata Usaha Negara. Secara negasi dalam konsep administrasi negara, sebuah putusan yang memuat perintah melakukan sesuatu tindakan, hanya bisa diterapkan bila ada hal/tindakan yang seharusnya dilakukan, akan tetapi tidak dilakukan, padahal sejatinya itu menjadi kewenangannya. Gugatan sengketa tata usaha negara dalam hal fiktif-negatif, maupun fiktif-positif, tentunya tidak menerapkan pranata penundaan pelaksanaan keputusan dalam hal adanya potensi kepentingan yang dirugikan atau kepentingan yang mendesak, padahal tidak menutup kemungkinan juga adanya keadaan mendesak ataupun potensi kerugian lebih besar yang muncul andaikata penerbitan kep

Schorsing dan Uitvoerbaar bij Vorraad Dalam Sebuah Perbandingan (Bagian II)

III. UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD (PUTUSAN SERTA MERTA) Uitvoerbaar bij voorraad dalam bahasa Indonesia diistilahkan sebagai putusan yang dapat dilaksanakan serta merta, yakni  putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun ada upaya hukum terhadapnya, dan putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum tetap. Meskipun secara harfiah terjemahan untuk Uitvoerbaar bij Voorraad adalah layak dilaksanakan, namun secara peristilahan Uitvoerbaar bij Voorraad bila diterjemahkan sebagai enforceable , maka artinya adalah “ The ability to perform even though the substance of the appeal has not yet been settled. A statement immediately   The appeal in this case has no suspensive effect” [1] . Yang selanjutnya oleh beberapa kalangan lebih diasosiasikan dengan istilah provisionally enforceable atau sementara dilaksanakan. Putusan Uitvoerbaar bij Voorraad dikenal dalam Hukum Acara Perdata di Indonesia sebagaimana dimuat dalam HIR sebagi salah satu putusan prosesual s

Schorsing dan Uitvoerbaar bij Vorraad Dalam Sebuah Perbandingan (Bagian I)

  I.      PENDAHULUAN Dalam sengketa yang telah diperiksa di pengadilan, baik di Peradilan Umum yakni sengketa perdata maupun di Peradilan Tata Usaha Negara yakni sengketa tata usaha negara, selain mengajukan petitum pokok, pihak penggugat juga bisa mengajukan petitum tambahan. Perbedaannya keduanya adalah, bila petitum pokok berkaitan erat dengan pokok sengketa yang tengah diperiksa, petitum tambahan berkaitan erat dengan prosesual pelaksanaan dari petitum pokok. Petitum tambahan dimohonkan oleh pihak Penggugat, bila dipertimbangkan atau dinilai akan ada tindakan tertentu yang merugikan atau berpotensi merugikan bila selama proses pemeriksaan sengketa tersebut sampai dengan sengketa tersebut berkekuatan hukum tetap, keadaan status quo tetap berlaku. Sehingga bila hal ini dibiarkan, menunggu sampai tuntasnya upaya hukum dan status inkcraht -nya sengketa itu, bisa berpotensi menyebabkan munculnya kerugian yang lebih besar. Terkait petitum tambahan itu, sedikit b