Posts

Dimensi Sosiologis Penerapan E-Court

Image
Tuntutan reformasi birokrasi sebagaimana Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010, mengisyaratkan urgensi inovasi dan perubahan dalam pelayanan publik, tak terkecuali dalam lingkup peradilan, yang dalam batas tertentu dipersepsikan merupakan salah satu pelaksanaan urusan pemerintahan dan bagian dari birokrasi. Mahkamah Agung sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, melahirkan berbagai inovasi dalam menunjang pelaksanaan tugas yudisialnya. Hal ini tidak terlepas dari cetak biru peradilan, dimana pada tahun 2035, diharapkan telah terwujud visi Mahkamah Agung sebagai Badan Peradilan Indonesia yang Agung. Tahap menuju perwujudan visi maupun misi Mahkamah Agung tersebut, salah satunya dengan langkah penyederhanaan proses (yang dalam pemerintahan idiom dengan birokrasi) penanganan perkara, di semua tingkatan peradilan, terutama Pengadilan Tingkat Pertama sebagai garda depan yudisial. Wujud nyata inovasi tersebut, semisal Direktori Putusan Mah

Polemik Pemilihan Penjabat Gubernur

Image
Mendekati Pemilihan Umum tahun 2019, lumrah bila tensi politik meningkat. Pemerintah maupun oposisi memiliki cara dan dalih untuk memperjuangkan kepentingannya. Dengan segala kekuasaan, pemerintah memiliki legalitas menetapkan aturan bahkan kebijakan yang menguntungkan. Di sisi lain, oposisi mencari celah dari sebaik dan sesempurna apapun aturan maupun kebijakan, agar dapat dikritisi dan bisa menunjukkan "cacat" tindakan maupun keputusan pemerintah. Hampir seluruh peraturan perundang-undangan adalah produk politik yang mendasarkan pada kepentingan politik, bukan kepentingan hukum atau keteraturan ( order ). Akan menjadi absurd mengukur norma dan kebijakan, apakah didominasi kepentingan hukum atau semata kepentingan kekuasaan. Sehingga sudah tidak relevan konsep hukum Hans Kelsen yang menyatakan hukum adalah untuk hukum itu sendiri. Momentum PILKADA Bola panas pertama sudah dikeluarkan: Pemilihan Penjabat Gubernur dari Kepolisian di 2 daerah strategis, salah satunya

PERPRES TKA vs BURUH LOKAL

Image
Peristiwa Mayday Pergerakan kaum buruh-pekerja merupakan efek dari sengitnya Revolusi Industri di Amerika maupun Eropa abad ke -17 s/d 18. Pemodal yang memiliki akses besar terhadap perekonomian, menggenjot produksi seluruh komoditas ekonomi, yang berdampak pada tuntutan untuk meningkatkan produktivitas. Libur nasional beberapa waktu lalu, menjadi hari besar bagi saudara kita Buruh-Pekerja, memperingati momentum pergerakannya demi penghidupan layak. Peringatan Hari Buruh Internasional (dikenal dengan Mayday) tersebut berlatar dari terlalu panjangnya durasi kerja para labour di Amerika Serikat akhir abad ke-18, yakni 18 - 20 jam sehari. Hal yang kemudian berkulminasi, membuat ratusan ribu buruh berdemonstrasi menuntut dikuranginya jam kerja menjadi 8 jam. Eksploitasi yang pada akhirnya memantik kisruh pekerja vs pemodal, menyebabkan mogok kerja dalam rentang waktu 1-4 Mei 1886. Dampaknya, puluhan ribu pabrik tutup, sehingga pemodal dan penguasa mengambil tindakan represif te

Rekonvensi Dalam Penegakan Hukum Administrasi

Image
Salah satu karakteristik yang membedakan sengketa administrasi dengan sengketa keperdataan, adalah tiadanya gugat balik (rekonvensi) dalam pemeriksaan sengketa yang tengah berlangsung. Kendati pun tidak ada norma yang secara tegas di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 maupun Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 (selanjutnya disebut sebagai Undang-undang PERATUN), yang merestriksi adanya gugat balik tersebut, akan tetapi secara konsepsi, kaidah hukum administrasi memang tidak memungkinkan adanya gugatan dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara terhadap orang atau badan hukum perdata. Namun demikian, perkembangan hukum administrasi secara faktual tidak menutup kemungkinan adanya gugatan yang dilakukan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara terhadap orang/badan hukum perdata atau Badan/Pejabat Tata Usaha Negara lainnya [1] . Akan tetapi yang akan menjadi fokus kajian dalam tulisan ini bukan mengenai hal itu, melainkan lebih kepada rekonvensi (gugat bal

Perbuatan Pemerintah (Bestuurhandelingen) Dalam Praktik Adminstrasi (3)

Konsep Hukum Beleid dan Beleidsregels Beleid dapat pula dikatakan sebagai perwujudan dari diskresi, yang sesuai dengan konsep teorinya adalah reaksi faktual baik secara spontan maupun terencana dari badan/pejabat pemerintah atas suatu hal yang tidak diatur di dalam perundang-undangan, namun memerlukan penyelesaian sesegera mungkin guna memecah kebuntuan administrasi maupun memperlancar jalannya roda pemerintahan. Surat Edaran atau Surat Himbauan merupakan titel yang umum dari sebuah beleid. Alasan hukumnya adalah baik edaran maupun himbauan, merupakan tindakan nyata/faktual dari badan atau jabatan administrasi yang berisikan petunjuk atau standar nilai tertentu, sehingga suatu tindakan/administrasi akan dikatagorikan sebagai tindakan/administrasi pemerintah yang senada dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, dengan dasar tafsiran atau standar penilaian dari badan/jabatan administrasi yang mengeluarkannya. Tafsiran inilah yang selanjutnya secara praktis menjadi dasar pem

PERBUATAN PEMERINTAH (BESTUURHANDELINGEN) DALAM PRAKTIK ADMINISTRASI (2)

Image
Tindakan Faktual dan Diskresi Varian lain dari perbuatan pemerintah adalah perbuatan faktual ( feitelijkehandeling), yang definisi sederhananya adalah tindakan-tindakan yang tidak ada relevansinya dengan hukum dan oleh karenanya tidak menimbulkan akibat hukum [1] . Menurut Kuntjoro Probopranoto, tindakan berdasarkan fakta ( feitelijkehandeling ) ini tidak relevan, karena tidak mempunyai hubungan langsung dengan kewenangannya [2] . Konsep yang secara praktis hampir mirip dengan perbuatan faktual adalah diskresi, sebab pelaksanaannya tidak bersumber dan didasarkan pada keberadaan peraturan perundang-undangan, baik berkenaan dengan kewenangannya, tipikal perbuatan/tindakan administrasinya maupun akibat hukum dan daya ikatnya. Dapat dikatakan bahwa diskresi merupakan reaksi dari pejabat administrasi terhadap persoalan hukum yang belum memiliki aturan rigid, sementara keadaan mengharuskan segera dilaksanakannya suatu perbuatan administrasi. Yang membedakannya dari perbuatan faktual ada

PERBUATAN PEMERINTAH (BESTUURHANDELINGEN) DALAM PRAKTIK ADMINISTRASI (1)

Image
Mochtar Kusumaatmadja pernah mengungkapkan secara singkat tentang relasi antara hukum dan kekuasaan, yakni bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, sementara kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman [1] . Hal yang secara analogi sejalan dengan perumpamaan mengenai ayam dan telur, siapa yang lebih dulu ada dan menyebabkan lainnya. Apakah hukum yang menyebabkan adanya kekuasaan, ataukah sebaliknya? Pergeseran konsep hukum serta tipikal Negara hukum dari yang bersifat murni dan formal, menjadi lebih material-fungsional serta responsif telah memperkenalkan tipikal Negara yang tak hanya bercirikan hukum dan kekuasaan semata, namun juga tujuan hakiki dari penggunaan kekuasaan serta manfaat keberadaan hukum bagi masyarakat sebagai subyek utama dari Negara, yakni kesejahteraan. Lahirnya paham Negara kesejahteraan ( welfare state –pen.) tersebut memberikan alasan yang kuat bagi Negara untuk berperan lebih luas guna mewujudkan kemakmuran dan keamanan sosial rakyat dalam arti luas. Camp