Undang-undang Administrasi Pemerintahan: Quo Vadis Peradilan Tata Usaha Negara (Bagian 1)
Perjalanan
sejarah politik dan sejarah hukum abad ke 19 dan ke 20, menunjukkan bahwa paham
sempit yang formal dan teknis yuridis justru membawa masyarakat semakin jauh
dari keadilan, sehingga lahir pemeo hukum yang berbunyi: “Summum ius summum inuria” (penerapan hukum secara mutlak,
mengakibatkan ketidakadilan yang paling buruk). Itulah saatnya paham negara
hukum mulai dikaitkan dengan kewajiban negara untuk membawa keadilan dan
kesejahteraan, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945[1]. Sehingga terjadi
pergeseran fungsi negara (i.c.
Pemerintahan), yang tak lagi hanya tentang “aturan” dan “sanksi”, tapi juga
memberikan pemerataan kesejahteraan dan kelayakan hidup, melalui fungsi
pelayanan dalam aturan yang disusun.
Salah
satu regulasi yang menjadi indikasi keberadaan filosofi dasar kemanfaatan hukum
adalah Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Diakui
atau tidak, itu merupakan pengejawantahan dari fungsi pelayanan pemerintah dan
merupakan salah satu refleksi dari konsep welfare
state, yang tak hanya berisikan aturan hukum, namun juga berisikan pedoman
dasar pelayanan bagi masyarakat.
Di
awal penyusunannya, dapat dikatakan yang paling bersemangat dan antusias
mendukung serta memperjuangkan hadirnya Undang-undang Administrasi Pemerintahan
adalah Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Hegemoni positif itu paralel
dengan asumsi bahwa kodifikasi hukum yang mengatur praktik administrasi
pemerintahan, diharapkan dapat mempertegas eksistensi Peradilan Tata Usaha
Negara dalam penegakan hukum administrasi.
Namun kemudian,
banyak kajian menyatakan Undang-undang ini, lebih banyak berisikan panduan
internal bagi administratur pemerintahan (aparatur sipil negara) dalam
melaksanakan tugas dan kewenangannya[2], dan tidak menyentuh
langsung penguatan kewenangan dan kedudukan Peradilan Tata Usaha Negara, dalam
penegakan Hukum Administrasi.
Dapat
dikatakan bahwa Undang-undang Administrasi Pemerintahan ini bukanlah hukum
formil yang mengatur bagaimana penegakan hukum administrasi dilakukan,
melainkan hukum materiil yang berisikan pokok-pokok dari hukum administrasi
negara, seperti sumber kewenangan, perintah dan larangan dalam melaksanakan
kewenangan, serta sanksi terhadap pelanggaran administrasi[3], yang secara langsung akan
memberikan panduan bagi penegak hukum administrasi (i.c. Peradilan Administrasi) untuk memberikan batasan-batasan
penegakan hukum administrasi secara materiil.
Keadaan
tersebut secara logis kemudian menimbulkan reaksi, tak hanya dari kalangan
eksternal seperti praktisi hukum bahkan kalangan awam, yang menganggap
Undang-undang Administrasi Pemerintahan sebagai sebuah penyelundupan
kepentingan berbungkus regulasi, tapi juga di kalangan internal yudikatif, yang
beranggapan bahwa Peradilan Tata Usaha Negara tidak lebih baik, atau bahkan
belum siap terlibat dan berperan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi,
spesifiknya dalam hal pengujian penyalahgunaan wewenang, sebagai norma hukum
baru yang termuat dalam Undang-undang Administrasi Pemerintahan.
Pro-kontra
itu tentunya perlu dikaji, tak berbeda dengan pentingnya mengkaji maksud serta
arah substansi yang termuat dalam penambahan kewenangan Peradilan Tata Usaha
Negara sebagaimana termuat dalam Undang-undang Administrasi. Sehingga pada
akhirnya, pertanyaan yang hingga kini belum terjawab mengenai: “Bagaimana
implementasi serta Hukum Acara pemeriksaan terhadap sengketa administrasi
berdasarkan Undang-undang Administrasi Pemerintahan itu, dilaksanakan secara
riil?”, akan terjawab. Dan hal yang lebih vital, jangan sampai norma mengenai
kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara yang termuat di dalam Undang-undang
Administrasi Pemerintahan, lagi-lagi -secara parsial- menjadi slapende regeling, ataupun pemberlakuannya
akan disertai penyematan syarat-syarat yang restriktif dan menyempit.
[1] Sunaryati Hartono, Ombudsprudensi, Jakarta: Ombudsman RI, 2009, hlm. 12.
[2]
Bandingkan dengan pendapat
Philipus M. Hadjon: “UU ini bukan UU tentang Hukum Administrasi. Konsep
Administrasi Pemerintahan dalam Pasal 1.1 adalah tata laksana dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh Badan
dan/atau pejabat pemerintahan”, dalam “Peradilan
Tata Usaha Negara dalam Konteks Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014,” makalah
dalam Colloquium Membedah Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan, 5 Juni 2015 di Garden Palace Surabaya, hlm. 2
[3]
Sebagaimana diungkapkan Enrico
Simanjuntak, dalam artikel Beberapa
Anotasi Terhadap Pergeseran Kompetensi Absolut Peradilan Umum Kepada Peradilan
Administrasi Pasca Pengesahan UU No 30 Tahun 2014. Dalam: Subur MS (ed.),
dkk., Bunga Rampai Peradilan Administrasi
Kontemporer, Yogyakarta: Penerbit Genta Press, 2014, Hlm.57.
[4]
Slamet Suparjoto, UU Administrasi Pemerintahan dan UU Peratun
Berbanding Lurus, artikel dalam Majalah Varia Peradilan Tahun XXX No. 354,
Bulan Mei 2015, hlm. 64
Comments
Post a Comment