Tikus-tikus kantor (dari lagu Iwan Fals)
Kekeliruan
parameter kinerja bagi kementerian atau lembaga negara masih terus berlangsung.
Ya, karena selama ini yang menjadi ukuran "keberhasilan" kinerja
suatu kementerian atau lembaga adalah serapan anggaran yang telah dialokasikan
sebelumnya.
Padahal akan
lebih fair dan terukur bila parameter yang digunakan adalah manfaat dan
ketepatgunaan dari anggaran yang digunakan. Karena bila serapan anggaran yang
digunakan sebagai parameter, maka potensi penyalahgunaan berbentuk proyek
fiktif atau proyek yang mubadzir alias sia-sia akan lebih mungkin terjadi.
Alokasi
penggunaan anggaran yang paling mudah menjadi modus penyalahgunaaan adalah
pembangunan sarana & prasarana, sebab pembangunan secara kasat mata
terlihat -sehingga jarang dicurigai diselewengkan- dan menggunakan proporsi
anggaran yang cukup besar.
Telah banyak
contoh proyek yang sia-sia karena dirancang dan direncanakan secara asal-asalan
dan demi memenuhi hasrat tertentu saja. Namun kebanyakan penentu pelaksana
kebijakan di suatu institusi pemerintahan masih banyak yang menggunakan cara
itu untuk mendapatkan keuntungan bagi pribadi dan/atau kelompoknya.
Sarana atau prasarana yang masih bagus, tak jarang demi terserapnya anggaran dipaksanakan untuk diperbaharui, entah dengan pengadaan, pembangunan bahkan pembongkaran untuk selanjutnya dibangun kembali dengan sarana/ prasarana yang baru. Apakah itu tepat guna dan bermanfaat? Ya, tepat guna dan efektif untuk menyerap anggaran yang telah dialokasikan. Terlepas dari ada niatan jahat terhadap anggaran yang digunakan itu atau tidak. Yang pasti restorasi terhadap sarana dan prasarana kantor yang masih baik dan masih bisa digunakan dengan baik, amat patut dicurigai mengandung anasir yang tidak baik di dalamnya.
Sementara di sisi lain, banyak sarana dan prasarana yang keadaannya sudah tidak layak, rusak atau bahkan tidak pantas digunakan lagi malah dibiarkan teronggok dan apa adanya, menunggu rusak parah dan musnah. Itukah yang dinamakan ketepatgunaan? Atau kinerja yang optimal?
Jadi teringat perkataan seorang guru saat mengomentari pembangunan kursi stadion di kabupaten tempat bersekolah dulu. "Mengapa mereka -yang berwenang- malah membangun tempat duduk yang baru, sedangkan yang tempat duduk yang lama dibiarkan rusak dan berkarat? Mungkin supaya mereka kelihatan bekerja"
Sarana atau prasarana yang masih bagus, tak jarang demi terserapnya anggaran dipaksanakan untuk diperbaharui, entah dengan pengadaan, pembangunan bahkan pembongkaran untuk selanjutnya dibangun kembali dengan sarana/ prasarana yang baru. Apakah itu tepat guna dan bermanfaat? Ya, tepat guna dan efektif untuk menyerap anggaran yang telah dialokasikan. Terlepas dari ada niatan jahat terhadap anggaran yang digunakan itu atau tidak. Yang pasti restorasi terhadap sarana dan prasarana kantor yang masih baik dan masih bisa digunakan dengan baik, amat patut dicurigai mengandung anasir yang tidak baik di dalamnya.
Sementara di sisi lain, banyak sarana dan prasarana yang keadaannya sudah tidak layak, rusak atau bahkan tidak pantas digunakan lagi malah dibiarkan teronggok dan apa adanya, menunggu rusak parah dan musnah. Itukah yang dinamakan ketepatgunaan? Atau kinerja yang optimal?
Jadi teringat perkataan seorang guru saat mengomentari pembangunan kursi stadion di kabupaten tempat bersekolah dulu. "Mengapa mereka -yang berwenang- malah membangun tempat duduk yang baru, sedangkan yang tempat duduk yang lama dibiarkan rusak dan berkarat? Mungkin supaya mereka kelihatan bekerja"
Lantas bila
parameter serapan anggaran yang masih -terus- dipakai, bukan sepenuhnya salah
institusi itu bila kinerja dan manfaat yang diberikan tak sebanding dengan
banyaknya anggaran yang digunakan. Tak pernah sebanding dengan perubahan apa
yang telah dihasilkan. Tak ada. Hanya ukuran duit dan kepentingan sesaat belaka.
-Inspirasi
dari WC yang kotor, bukan rusak-
Comments
Post a Comment