Hak Legislasi DPR

Fungsi utama Dewan Perwakilan Rakyat merujuk ke Pasal 20A ayat (1) Undang-undang dasar 1945 setelah perubahan adalah fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Dengan mendasarkan pada teori trias politika, DPR adalah pemegang kekuasaan legislatif. Atau dalam Wikipedia yang menyebutkan bahwa yang memiliki kekuatan formal untuk membuat perundang-undangan, dikenal dengan legislators. Sedangkan secara gramatikal, legislative sebagai kata asal dari legislatif adalah adjectiva yang berarti: 1). having the function of making laws; 2). of or pertaining to the enactment of laws : legislative proceedings; legislative power.
Disebutkannya fungsi legislasi di urutan awal dalam fungsi DPR, bukan tanpa sebab. Para pendiri Negara, atau setidaknya anggota DPR/MPR yang melakukan perubahan terhadap UUD 1945 memang bermaksud menjadi DPR sebagai lembaga yang mampu memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada seluruh rakyat Indonesia, melalui Undang-undang yang disusunnya.
Namun fakta yang kerap terlihat sekarang adalah fungsi tersebut dilaksanakan tidak berimbang. DPR lebih sering melakukan fungsinya dalam hal pengawasan. Tercatat bahwa DPR lebih sering terekspose ke publik lewat pembentukan Panitia Kerja maupun Panitia Khususnya. Seperti Panitia Kerja Mobil Nasional, yang dulu ramai saat Mobil Esemka mencuat, atau Panitia Kerja Pencurian Pulsa, Panitia Kerja Studi Banding Pramuka, Panitia Kerja Mafia Pajak, dsb. Atau hiruk pikuk politik semacam angket Hambalang, Interpelasi Dahlan Iskan, atau yang paling heboh, Angket Century. Semuanya berujung tanpa hasil. Sia-sia.
Dan masyarakat lalu terbuaikan oleh konflik internal DPR maupun internal Partai-partai di DPR, sehingga lupa mengawasi, apakah fungsi utama DPR sebagai penyusun undang-undang terabaikan. Hal yang sempat penulis singgung dalam tulisan Kinerja DPR vs Pengadilan di detikcom beberapa waktu yang lalu. Sehingga kian terlupakan, apakah sebenarnya fungsi dan bagaimana menilai kinerja DPR saat ini?

Bukan mengganggap tidak penting fungsi pengawasan atau fungsi budgeting dari DPR, tapi bukankah menurut Pasal 70 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009, fungsi anggaran itu hanya sebatas pada menyetujui atau menolak RAPBN, dan fungsi pengawasan itu dilakukan terhadap pelaksanaan Undang-undang? Bagaimana fungsi pengawasan bisa dilaksanakan dengan baik, sementara fungsi legislasi, fungsi utama untuk menyusun undang-undang, sangat jarang dikerjakan? Apakah bereaksi tentang persoalan hukum yang jadi sorotan publik, membentuk panitia ini-itu, berkomentar pedas dan caci-maki di diskusi yang katanya intelektual, apakah itu lebih pokok daripada tugas menyusun undang-undang yang baik dan benar?
Tulisan ini merupakan reaksi dari komentar beberapa anggota DPR yang menyatakan RUU tidak pernah rampung karena draft RUU dari pemerintah, tak kunjung diserahkan. Apakah mereka tidak pernah mengkaji ketentuan Pasal 20 ayat (1), Pasal 20A ayat (1), dan Pasal 21 Undang-undang Dasar 1945 setelah Perubahan. Apabila dirasa draft RUU yang diajukan Pemerintah tidak pernah tuntas, mengapa mereka tidak menggunakan haknya untuk mengajukan RUU, toh secara konstitusional hak itu telah ada dan dijamin. Apalagi alat kelengkapan seperti Badan Legislasi maupun Panitisa Khusus untuk melaksanakan usulan RUU sudah ada dan difasilitasi Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009. Mengapa enggan memanfaatkan?
Dari situs Sekretariat Negara, dapat diketahui bahwa sampai saat ini (Juni 2012) Undang-undang yang telah disahkan dan diundangkan baru 8 Undang-undang. Itu pun 4 Undang-undang diantaranya adalah ratifikasi dari perjanjian internasional, bukan murni hasil “keringat” pemerintah ataupun DPR. Sisanya, lebih ke persoalan hukum yang kental berbau kepentingan, seperti: Undang-undang APBN, Undang-undang Pemilihan Umum atau Undang-undang Pengadaan Tanah. Nah, silakan rakyat menilai apakah sudah memuaskan kinerja DPR ini, dengan gaji, tunjangan dan berbagai macam penghasilan yang jelas bersumber dari uang rakyat.
Sebagai pencerahan bagi masyarakat bahwa, fungsi utama DPR adalah menyusun undang-undang bersama pemerintah, demi menjamin terjaminnya perlindungan dan kepastian hukum masyarakat. Tidak keren bila hanya bisa beretorika, bikin pengawasan ini-itu, kunjungan kerja kemana-mana, dengar pendapat berbagai persoalan, berdebat dan berdiskusi panjang lebar, akan tetapi tidak pernah menyentuh substansi kerjanya sebagai legislator, sebagai pembuat undang-undang.

Comments

Popular posts from this blog

Lalampahan Abah Sastra

Ex Tunc & Ex Nunc

Kota Bandung dan Kota Malang