Baca..baca

Ada hal penting yang membedakan antara masyarakat dinamis dengan stagnan. Salah satunya adalah kemauan untuk merubah dan berubah.
Libur panjang yang lalu, saya sempat berkunjung ke Malang. tempat saya menuntut ilmu sekitar 7 tahun yang lalu. Tempat yang paling saya rindukan dan sering saya kunjungi adalah perpustakaan kota.

Berbagai pelayanan telah ditingkatkan, seingat saya. sangat signifkan perubahan yang dilakukan. jumlah buku yang ditampung, proses administrasi, perbaikan pelayanan (baik yang berkaitan dengan SDM maupun, IT). semuanya dilakukan dengan profesional, manusiawi dan mengagumkan.

Tidak berniat membandingkan, yang jelas memasukinya kita akan merasakan kenyamanan sebuah ruangan yang pastinya tidak akan didapatkan di ruang pelayanan publik kebanyakan di indonesia.

Katalog buku yang sudah terkomputerisasi secara sempurna, buku-buku yang tersusun secara rapi (tidak acak-acakan) , pelayanan ramah oleh petugas, penyediaan ruangan yang memang sengaja dibuat khusus untuk ruang membaca (bukan ruangan sisa atau dipaksain jadi perpustakaan) , serta sarana dan prasarana lain yang menunjang dan memadai.

Ditunjang lagi dengan "semangat 45" orang-orang sana yang memang gandrung membaca, menjadikan tempat itu "surga buku". dan jangan salah, segala golongan tuplek blek di sana. bukan hanya mahasiswa, ibu-ibu rumah tangga, bapak-bapak kantoran, mbak-mbak yang suka jualan, pakde-pakde yang narik becak ato narik angkot, sampe mbah-mbah bersama cucunya menikmati keberadaan perpustakaan ini. Perlu diketahui juga, membaca (buku, koran, majalah) sudah "membudaya" di sini. Jangan heran kalau melihat, bapak sopir, satpam, tukang parkir, ibu-ibu warteg atau bahkan mahasiswa (yang meski senang mbaca gratisan), menunjukkan minat tinggi pada membaca.

Bukunya pun terhitung komplit, tak hanya yang terkait dengan tetek bengek ilmu pengetahuan akademik, sastra indonesia dan dunia, teknologi IT, komik, koran-koran olahraga, resep masakan, GOSIP, dan hal-hal lain yang (maaf) applicable di alam nyata.

Tak hanya itu, pada hari-hari tertentu juga secara rutin diadakan pemutaran film di hall utama perpusatakan (selasa, kamis dan sabtu). selain itu juga ada ruang khusus pameran yang setahu saya, sering dimanfaatkan oleh para seniman lokal dan bahkan luar malang untuk memamerkan hasl karya seni mereka. lukisan, patung, reklame, poster dan sebagainya. pokoknya komplit..plit deh..

Bila membandingkannya dengan kota kita tercinta.. hhmm... no comment deh. nanti ada yang tersinggung.

Namun tidak perlu rendah diri, bersama kita benahi hal itu. suksesi yang baru terjadi beberapa bulan yang lalu, kita jadikan tonggak awal perubahan itu. apalagi dengan sosok wabup yang berlatar belakang pendidik, sudah sepatutnya menjadi sinyalemen bukan mustahilnya perubahan itu.

Jadi perlu ditiru juga alokasi anggaran yang sebesar 20 % untuk pendidikan itu. mudah-mudahan saja dengan pengalokasian sebesar itu, ada juga perubahan terutama dalam penyediaan sarana dan prasarana yang terkait dengan pendidikan di daerah kita. sehingga perubahan menjadi lebih baik, bukan sekedar hanya wacana.

Bersama kita memasyarakatkan membaca dan membacakan masyarakat. (maaf, terlalu maksa).

Cag ah,

Comments

  1. Anonymous9:19 AM

    Cukup menarik... perlu ditanggapi tuh ama pihak terkait..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Lalampahan Abah Sastra

Ex Tunc & Ex Nunc

Kota Bandung dan Kota Malang